Kronologi Agresi Bullying Di Sekolah Merenggut Nyawa Seorang Pelajar


SELAMAT JALAN DEK NADIA....


Tiba-tiba tubuh merinding, batin tercekat usai membaca dongeng seorang gadis belia yang memutuskan ingin mengakhiri hidup dengan terjun dari lantai 4 gedung sekolahnya, di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.

Gadis ini biasa disapa teman-temannya 'Nadia'. Usianya gres 14 tahun, dan duduk dikelas IX. Sebagai gadis menjelang usia remaja, intinya Nadia punya mimpi yang sama dengan teman-teman sebaya yang lain. Ingin menjadi murid yang berprestasi, berada di lingkungan pergaulan yang baik, dan punya saudara serta orangtua yang selalu siap berada di dekatnya kapan saja. Nadia pun punya harapan yang tinggi. Meski di sekolah prestasi akademiknya biasa-biasa saja, namun ia punya talenta yang luar biasa, yang tak semua orang seusia ia memilikinya..

Nadia punya talenta menggambar. Waktu luangnya sering ia pergunakan untuk menggoreskan pinsil di atas kertas, menciptakan denah wajah, juga karya-karya berbentuk anime sesuai huruf usianya. Mungkin ia bercita-cita ingin menjadi komikus handal kelak. 

Namun mimpi Nadia seolah tak sanggup terwujud seluruhnya. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini harus mendapatkan kenyataan bahwa orangtuanya memutuskan bercerai. Lalu, beberapa bulan yang lalu, tepatnya Maret 2019, ibunya meninggal dunia. Nadia yang tampaknya sangat akrab dengan ibunya ini, seolah harus memaksakan diri untuk menahan sedihnya. Dia sangat kehilangan sosok yang menjadi panutannya. Batinnya tak siap, tapi harus menerima. Dan lagi-lagi, kerinduan pada sosok ibunya hanya sanggup ia tuangkan dalam denah gambar...

Setelah ditinggal ibunya, sehari-hari Nadia pun tinggal bersama Ayah dan dua kakaknya. Tak ada yang tahu, bagaimana korelasi ia dengan keluarganya itu ? Hanya ia merasa, sehabis ditinggal ibunya hidupnya semakin sepi. Dan keadaan semakin tak menguntungkan baginya, manakala teman-teman di sekolahnya pun seolah mengatakan perilaku yang tak respek padanya. Bullyan secara verbal, terasa dialami. Dan itu menumpuk di pikirannya dari hari ke hari.

Hingga suatu hari, Nadia merasa dirinya lelah di sekolah. Dia mencicipi ada yang kurang yummy di badannya. Saat istirahat sekolah, ia memberi tahu temannya ingin beristirahat sejenak di ruang UKS sekolah. Di ruangan itu Nadia tidur, sendirian. Berusaha menghilangkan rasa sakitnya. Tidurnya cukup pulas...

Hingga ketika terbangun, ia mendapati sekolahnya sudah sepi. Ternyata saking lamanya ia tertidur di ruang UKS ketika jam istirahat, tak sadar jikalau waktu berguru di sekolahnya sudah habis. Nadia eksklusif menuju kelasnya, untuk mengambil tasnya yang tertinggal di sana. Tapi kelasnya pun sudah sepi, dan ia tak menemukan tasnya. Akhirnya didapati, jikalau tasnya sudah disita oleh guru, yang murka alasannya Nadia tidak berada di kelas ketika jam pelajaran sudah dimulai kembali. Guru itu gres sanggup mengizinkan Nadia mengambil tasnya di hari besoknya, sambil ditemani orang tua...

Nadia pun panik. Ia membayangkan kemarahan ayahnya jikalau hingga tahu ia mendapat eksekusi di sekolah, dan harus mendatangkan orangtuanya ke sekolah. Pasti ayahnya akan sangat marah, bahkan tak segan-segan memukulinya. Di balik kepanikan itu, Nadia pun memendam rasa kecewa dan murka yang besar pula kepada teman-temannya di kelas. Gak ada satupun temannya, yang memberi tahukan ke guru, bahwa ia sedang sakit, dan sedang beristirahat di ruang UKS...

Entah, pikiran menyerupai apa yang menggelayut di benak Nadia ketika itu. Mungkin ia merasa beban hidupnya sudah terlalu berat. Ia capek. Ia ingin istirahat selamanya. Ya, ketika itu Nadia terpikir untuk mengakhiri hidupnya yang ia rasakan semakin sia-sia. Rencana yang bahu-membahu sudah muncul di benaknya semenjak lama. Setidaknya, dari tabrakan gambarnya, Nadia pernah menuliskan 'I want to die'.

Tanpa ragu, Nadia melangkahkan kakinya menuju lantai paling atas gedung sekolahnya. Dia berdiri di sisi salah satu tembok beberapa saat, memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Lalu ia mengirimkan pesan untuk teman-temannya yang ia katakan sebagai 'salam perpisahan'. Di situ pun Nadia berani ungkapkan kekecewaannya. Dan ia sudah tak peduli lagi dengan apa kata teman-temannya. Yang ada di pikirannya adalah, segera lompat dari ketinggian bangunan sekolah. Tak ada yang sanggup mencegah...

"Buuuuuuum....", sepersekian detik saja, tubuh Nadia sudah mendarat jatuh ke lapangan sekolahnya. Suaranya mengagetkan semua orang yang masih berada di sana. Mereka pun histeris melihat tubuh Nadia yang terluka parah dan bersimbah darah. Tak ada yang menyangka dengan agresi Nadia yang super nekat itu. Melihat Nadia masih bernafas, pihak sekolah segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Namun alasannya penanganannya kurang maksimal, Nadia dilarikan lagi ke rumah sakit lain yang lebih besar. Sayang, perjuangan untuk menyelamatkan nyawa Nadia itu tak berhasil. Nadia balasannya tak tertolong dan menghembuskan nafas terakhirnya. Dia benar-benar pergi meninggalkan keluarganya, teman-temannya, gurunya, dengan setumpuk rasa kecewa...

Peristiwa Nadia ini memang mengejutkan kita semua. Sontak saja, pembahasan perihal agresi bullying di sekolah kembali menyeruak. Meski pihak sekolah membantah bahwa Nadia korban bullying, namun nyatanya Nadia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, sehabis mengalami kekecewaan yang luar biasa di sekolah. 

Saya sendiri jujur saja, masih kurang percaya jikalau ada sekolah yang bebas dari agresi bullying di antara murid-muridnya. Ini hampir terjadi di setiap sekolah, sudah menjadi budaya, dan sulit hilang. Mungkin di depan guru, mereka sanggup terlihat baik dan biasa-biasa saja, namun kenyataan di baliknya, sungguh di luar dugaan. Serangan-serangan bully itu niscaya tak terhindarkan. Dari yang main secara fisik hingga yang verbal, melalui ucapan-ucapan bernada bernafsu dan hinaan.

Namun saya tetap tak boleh pesimis, bahwa tindakan bullying di sekolah tak sanggup dicegah. Dan ini kiprah yang berat bagi pihak sekolah. Pun kiprah orangtua juga tak sanggup lengah. Paling tidak, orang renta harus tahu perihal persoalan anak-anaknya di sekolah. Harus sanggup memahami 'tanda-tanda' yang ditunjukkan anak, apakah ia sedang baik-baik saja, atau malah sebaliknya. Orangtua juga mungkin harus mau menjadi sahabat curhat yang baik bagi anak, menjadi pendengar yang baik, dan tidak sering menghakimi anak dengan kata-kata yang menyalahkan. Anak itu tidak ada yang sempurna. Pasti ada sebagian sikapnya yang menuntut orangtuanya untuk banyak sabar. Tapi percayalah, anak yang tumbuh dalam pengawasan orang renta yang baik, ia tak akan hingga hati melukai perasaan orangtuanya, juga melukai dirinya sendiri..

Semoga dongeng Nadia ini, sanggup menjadi pembelajaran berharga untuk para orang tua, khususnya yang punya anak usia belia... Jangan ciptakan jarak yang jauh antara anak dengan orang tua. Dekatilah mereka, rangkul mereka, dan yakinkan bahwa mereka akan selalu merasa kondusif ketika berada di akrab orang tua..

Selamat jalan dek Nadia 






BUNUH DIRI

Diwawancara pagi tadi di @metrotv program @spimetrotv perihal alm. ananda N, siswi SMPN 147 yang bunuh diri loncat dari lantai 4 sekolahnya. 
70% anak dewasa yang dikirim orangtuanya utk konseling dengan saya mengeluh ingin mengakhiri hidupnya. Kaget? 
Kata mereka : Untuk apa hidup? Kalau nanti toh semua orang juga niscaya mati! Mati kini aja. Malah keren mati muda dan gak usah cape2 sekolah, les bimbel dll terus dari hari Senin smp Minggu (yess! Literally 7 hari seminggu) dimarahin terus, ditakut2in terus, mati aja ach! 
Gak gampang loh jadi Psikolog Anak & Remaja di Generasi Alpha ini selain sebagai pendengar mereka harus cerdas luar biasa alasannya pengetahuan mereka luas sekali tapi ironisnya ketahanan diri yang rendah dibandingkan generasi sebelumnya.

Kaprikornus bukan melulu alasannya perundungan yang bahasa kerennya, bullying! Tapi alasannya orangtuanya tidak 'hadir' dalam kehidupannya, hanya sanggup menuntut biar anak mengerjakan yang mereka inginkan tapi tidak diberikan referensi dengan memakai nalar budinya untuk berpikir!

Ajarkan anak dengan referensi apa itu Self Control : sanggup membedakan yang benar dan salah (wisdom), tangguh dan punya ketahanan diri, punya mental yang kuat, bukan dilayani terus, diikuti maunya terus yang penting nilainya bagus!

Spoiled parents akan mengakibatkan spoiled children yang manipulatif, mediocre, demanding, tantrums tanpa akhir, sulit mendapatkan tekanan, gampang stres, gampang menyerah, suka mengeluh dan maunya instant alias cepat jadi! Dan jikalau ketemu masalah, sederhana, bunuh diri!

Wake up call yah, parents.. berkali2 saya ngoceh, HADIR, DENGARKAN ANAKMU dgn HATI dan jadi TELADAN! Jangan hanya bikin anak aja, didik mereka please jikalau gak maka teknologi yang mendidik mereka dan mengakibatkan mereka AI yang tanpa emosi, tenggang rasa dan daya juang ':( .
Happy Parenting!

No comments for "Kronologi Agresi Bullying Di Sekolah Merenggut Nyawa Seorang Pelajar"